Saudara seiman yang dirahmati Allah,
Besok, hari Minggu tanggal 6 Oktober in-syaAllah adalah
pertama bulan Zulhijjah, salah satu bulan Haram yang memiliki banyak keutamaan.
Firman Allah:
﴿وَالْفَجْرِ- وَلَيالٍ عَشْرٍ
Al Fajr 89:(1. Demi waktu fajar;) (2. Dan demi malam yang
sepuluh,)
Ibnu Katsir dalam tasfirnya mengatakan bahwa ‘malam yang
sepuluh’ dengan apa Allah bersumpah pada ayat kedua ini merujuk pada sepuluh
hari pertama bulan Zulhijjah. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas RA, Ibnu Zubayr
RA, Mujahid dan ulama-ulama Salaf generasi berikutnya. Dalam Sahih Bukhari,
diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas mendengar Rasulullah SAW berkata,
«مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
أَحَبُّ إِلَى اللهِ فِيهِنَّ مِنْ هذِهِ الْأَيَّام»
“Tidak ada hari-hari dimana amalan shalih lebih dicintai
Allah dari pada amal shalih yang dilakukan pada hari-hari ini (sepuluh hari
pertama bulan Zulhijjah).”
Para sahabat RA bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allah,
ya Rasulullah?” Beliau menjawab,
«وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلَّا
رَجُلًا خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلِكَ بِشَيْء»
“Bahkan Jihad di jalan Allah; kecuali seorang laki-laki yang
berjihad dengan harta dan jiwanya dan ia gugur dalam jihad itu kehilangan harta
dan jiwanya.”
Demikianlah keutamaan sepuluh hari pertama bulan Zulhijjah
ini. Hendaklah kita jangan sampai lalai dan membiarkan hari-hari yang sangat
berharga ini berlalu tanpa mengambil manfaat darinya. Ini adalah tanda kasih
Allah kepada kita untuk kita mengumpulkan sebanyak-banyaknya pahala dengan
usaha minimal.
Ibadah-ibadah yang disyariatkan untuk dilakukan pada sepuluh hari pertama ini
diantaranya adalah:
1. Melaksanakan ibadah Haji dan Umrah
وَللَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ
الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَـعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ الله غَنِىٌّ
عَنِ الْعَـلَمِينَ ﴾
Al Imran 3: 97 (… dan melaksanakan ibadah Haji ke Baitullah
adalah hutang umat manuasia kepada Allah bagi yang sanggup. Barangsiapa yang
kufur (menolak), sesungguhnya Allah Maha Tidak Membutuhkan dari ciptaannya.)
Jadi Haji adalah hutang yang harus kita bayar kepada Allah
sebelum ajal menemui kita, bagi yang sanggup. Tapi seberapa banyak orang yang
suka menunda melaksanakan ibadah ini walaupun seudah diberi Allah kecukupan dan
kesanggupan. Padahal tidak ada jaminan bahwa pada musim haji berikutnya kita
masih hidup.
Rasulullah SAW memperingatkan kita, “Barangsiapa yang tidak
terhalang melaksanakan ibadah haji oleh kebutuhan yang nyata, penguasa yang
zalim atau penyakit yang tidak memungkinkan dia meninggalkan rumah dan dia mati
dalam keadaan melalaikan ibadah haji, dia mempunyai pilihan mati sebagai Yahudi
atau Nasrani.” (Tirmidhi: 2535, dari Abu Umamah)
Nabi juga bersabda, “ Dari Umrah ke Umrah adalah tebusan
(dosa-dosa yang dikerjakan) diantara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya
tiada lain adalah syurga.” [HR. Muslim/1349].
2. Berpuasa pada hari-hari tersebut, pada sebagiannya
terutama pada hari Arafah
Pada hari kesembilan, hari Arafah, ketika jamaah haji
berkumpul di padang Arafah, Allah
membanggakan para hamba-Nya yang sedang berkumpul itu di hadapan para
malaikat-Nya. Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ
أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِي بِهِمُ الْمَلَائِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ
هَؤُلَاءِ
“Tidak ada satu hari yang lebih banyak Allah memerdekakan
hamba dari neraka pada hari itu daripada hari Arafah. Dan sesungguhnya Allah
mendekat, kemudian Dia membanggakan mereka (para hamba-Nya yang sedang
berkumpul di Arafah) kepada para malaikat. Dia berfirman, 'Apa yang dikehendaki
oleh mereka ini?'” (HR. Muslim, no. 1348; dan lainnya dari 'Aisyah).
Bagi kita yang tidak melaksanakan ibadah Haji, disunatkan
berpuasa pada hari ini. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam yang bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ
أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ
الَّتِي بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ
يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ
“Puasa satu hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah), aku berharap
kepada Allah, Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya dan satu tahun
setelahnya. Puasa hari 'Asyura' (tanggal 10 Muharram), aku berharap kepada Allah,
Dia akan menghapuskan (dosa) satu tahun sebelumnya.” (HR. Muslim, no 1162, dari
Abu Qatadah).
3. Berqurban pada hari Nahr dan hari-hari Tasyriq
Ini adalah Sunnah Nabi Ibrahim AS yakni ketika Allah ta’ala
menebus putranya, Ismail AS, dengan sembelihan yang agung. Hukumnya bagi yang
sanggup adalah wajib menurut Imam Abu Hanifah dan Sunnah Mu’akkadah menurut
Imam mazhab lainnya.
Firman Allah,
﴿لَن يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلاَ
دِمَآؤُهَا وَلَـكِن يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنكُمْ﴾
Al Hajj 22: 37(It is neither their meat nor their blood that
reaches Allah, but it is Taqwa from you that reaches Him.)
Pentingnya ibadah qurban ini bisa dilihat dari kegusaran
Rasulullah SAW terhadap orang yang sanggup berqurban tapi mengabaikannya,
من كان له سِعَةٌ ولم يُضَحِّ فلا
يَشهدْ مصلَّانا
“Barangsiapa memiliki kelapangan, namun ia tidak berqurban,
maka janganlah datangi mushalla kami” (HR. Ahmad 1/312, Ibnu Majah 3123)
Dilarang mencabut atau memotong rambut dan kuku bagi orang
yang hendak berqurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Ummu Salamah bahwa Nabi bersabda :
“Jika kamu melihat Hilal bulan Dzulhijjah dan salah seorang diantara kamu ingin berqurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya.”
Dalam riwayat lain: “Maka janganlah ia mengambil sesuatu
dari rambut atau kukunya sehingga ia berqurban.”
Larangan ini menurut dzahirnya, hanya dikhususkan bagi orang
yang berqurban saja, tidak termasuk isteri dan anak-anaknya, kecuali jika
masing-masing dari mereka berqurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta
menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambut yang rontok.
4. Takbir dan dzikir pada hari-hari tersebut.
Firman Allah :
وَيَذْكُرُواْ اسْمَ اللَّهِ فِى
أَيَّامٍ مَّعْلُومَـتٍ
“ ...Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari
yang telah ditentukan…” QS.Al-Hajj: 28.
Para ahli Tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari
bulan Dzulhijjah. Karena itu para Ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir
pada hari-hari tersebut. Berdasarkan hadits dari Ibnu Umar, artinya : “Maka
perbanyaklah pada hari-hari itu Tahlil, Takbir dan Tahmid” [HR.Ahmad].
Imam Bukhari menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah
keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan Takbir lalu
orang-orang pun mengikuti Takbirnya.
Dari Ishaq meriwayatkan dari Fuqaha’ Tabi’in bahwa pada
hari-hari ini mengucapkan:
الله أكبر , الله أكبر , لا إله
إلا الله والله أكبر , الله أكبر ولله الحمد
“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar tidak ada Ilah
(sembahan) yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar,
segala puji hanya bagi Allah.”
Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika
berada di pasar, rumah, jalan, mesjid dan lain-lainnya. Sebagaimana Firman
Allah, artinya : “Dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu…” [QS.Al Baqarah : 185].
Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah, seperti
Takbir, Tashbih dan do’a-do’a lainnya yang disyari’atkan.
5. Taubat dan Banyak beramal shalih.
Berupa ibadah Sunnah seperti ; Shalat, shadaqah, membaca Al qur’an, Amar ma’ruf nahi Munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, bahkan sekalipun Jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihadnya orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.
Berupa ibadah Sunnah seperti ; Shalat, shadaqah, membaca Al qur’an, Amar ma’ruf nahi Munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, bahkan sekalipun Jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihadnya orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.
6. Takbir muthlaq.
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat I’ed. Dan disyari’atkan pula takbir Muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Dzuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat ‘Ashar pada akhir hari Tasyriq.
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat I’ed. Dan disyari’atkan pula takbir Muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Dzuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat ‘Ashar pada akhir hari Tasyriq.
7. Melaksanakan Shalat I’edul Adha dan mendengarkan khutbah.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat dua hari raya. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya sunnah mu’akkadah, Imam Ahmad berpendapat hukumnya fardu kifayah, sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa hukumnya adalah fardhu ‘ain untuk laki-laki yang sudah baligh. Pendapat Imam Abu Hanifah ini dikukung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy-Syaukani rahimahumallah.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat dua hari raya. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya sunnah mu’akkadah, Imam Ahmad berpendapat hukumnya fardu kifayah, sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan bahwa hukumnya adalah fardhu ‘ain untuk laki-laki yang sudah baligh. Pendapat Imam Abu Hanifah ini dikukung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy-Syaukani rahimahumallah.
1.Firman Allah Ta’ala:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
"Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan
berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2)
Sebagian ulama berpendapat bahwa shalat yang dimaksud dalam
ayat ini adalah shalat Ied (Ied ul Fitr dan Ied ul Adha). Sebagian ulama
berpendapat bahwa maksud ayat tadi adalah keumuman shalat. Bukan khusus shalat
Id. Arti ayat adalah perintah untuk mengesakan Allah Ta’ala dengan shalat dan
berkorban.
Keutamaan shalat Ied bisa digambarkan dengan hadits shahih
yang diriwayatkan oleh Bukhari (324) dan Muslim (890) dari Ummu Atiyyah
radhiallahu anha, dia berkata,
أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُخْرِجَهُنَّ فِي الْفِطْرِ وَالأَضْحَى
الْعَوَاتِقَ وَالْحُيَّضَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ ، فَأَمَّا الْحُيَّضُ
فَيَعْتَزِلْنَ الصَّلاةَ وَيَشْهَدْنَ الْخَيْرَ وَدَعْوَةَ الْمُسْلِمِينَ .
قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِحْدَانَا لا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ . قَالَ :
لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا
"Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam memerintahkan
kami untuk keluar di hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Baik wanita yang baru
balig, wanita sedang haid dan wanita perawan. Sementara orang yang haid
dipisahkan dari (tempat) shalat. Agar mereka dapat menyaksikan kebaikan dan doa
umat Islam." Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, ada di antara kami yang
tidak mempunyai jilbab." Beliau mengatakan, "Sebaiknya saudara
perempuannya memberinya jilbab."
Barakallahu li walakum bil aayaati wadzikril hakiim. Semoga
bermanfaat.
No comments:
Post a Comment