Monday, December 10, 2012

Sebab-sebab Su'ul Khatimah

Setiap orang menginginkan akhir yang baik dari kehidupannya. Akhir yang baik atau ‘husnul khatimah’ tidak hanya pertanda baik dari untuk keluarga yang ditinggal, tetapi juga memberi kabar gembira kepada insan bersangkutan bahwa perjalanan selanjutnya di alam fana akan penuh kemudahan dan menuju tujuan yang penuh kenikmatan, yaitu jannatun na’im. Sebaliknya, akhir yang buruk, atau ‘su’ul khatimah’ merupakan pertanda buruk dan memberi isyarat bahwa perjalanannya mulai dari sakaratul maut, alam kubur dan seterusnya akan dilaluinya penuh dengan kesulitan dan penderitaan menuju tujuan yang sangat pedih yaitu naarun jahannam; na’udzubillahi mindzaalik.


Dalam satu hadits yang panjang Rasululah SAW bersabda:


فَوَالَّذِي لَا إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ
 
 فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ
 
 حَتَّى مَا يَكُونُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلَّا ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا


… Maka demi Allah yang tiada tuhan selain-Nya, sesungguhnya ada diantara kamu yang melakukan amalan penduduk surga dan amalan itu mendekatkannya ke surga sehingga jarak antara dia dan surga kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapkan atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk neraka sehingga dia masuk ke dalamnya. Dan sesungguhnya ada seseorang diantara kamu yang melakukan amalan penduduk neraka dan amal itu mendekatkannya ke neraka sehingga jarak antara dia dan neraka hanya kurang satu hasta, namun karena taqdir yang telah ditetapka atas dirinya, lalu dia melakukan amalan penduduk surga sehingga dia masuk ke dalamnya.” (HR. Muslim)


Hadith ini mudah sekali membawa orang kepada kesimpulan yang salah tentang konsep takdir. Kita kadang-kadang berpikir, kalau rezki, ajal, amal dan nasib sudah ditentukan Allah, untuk apa lagi kita berusaha? Untuk apalagi kita mencari hidayah dan beramal salih kalau sebenarnya Allah sudah memutuskan apakah kita akan masuk syurga atau neraka?

Salah satu sifat Allah adalah Maha Adil, ‘adil. Allah tidak mungkin menzhalimi kita. Kalau ada orang yang akhirnya mengalami su’ul khatimah, akhir yang buruk, walaupun selama ini dia kelihatan melakukan amalan-amalan ahli syurga, itu adalah karena berbagai sebab yang mungkin oleh mata kasat kita tidak terlihat dan bahkan mungkin orang yang bersangkutan tidak menyadari.

Kita memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah agar terhindar dari su’ul khatimah. Untuk mejaga diri dari akhir yang buruk ini, kita perlu melihat apa sebab-sebab su’ul khatimah seperti yang diajarkan oleh ulama-ulama terdahulu.


1. Lemah Iman


Kita perlu membedakan antara iman dan amal. Seseorang bisa saja nampak rajin melakukan shalat, berpuasa, bersedekah atau bahkan sering melakukan haji, tapi itu tidak berarti bisa menjadi refleksi tingkat keimanan orang tersebut. Keimanan adalah keyakinan yang ada dalam hati terhadap Allah, Malaikat-malaikat, Kitabullah, Nabi-nabi, akhirat dan takdir Allah. Iman yang kuat akan menjadi mesin dan energi untuk melakukan amal kebaikan, tetapi orang bisa saja tetap melakukan amal kebaikan walaupun sebenarnya imannya lemah.

Salah satu penyebab lemah iman adalah kecintaan terhadap dunia yang berlebihan. Banyak orang terperosok ke dalam lembah nafsu syahwat dan perbuatan maksiat, sehingga noda hitam dosa menumpuk di dalam hati dan akhirnya memadamkan cahaya iman di hati. Dan ketika sakratul maut tiba , setan akan mendatanginya dan berupaya sekuat tenaga untuk menjerumuskannya ke siksa neraka dengan menghindarkannya mengakui keesaan Allah. Ini adalah fitnah kematian dan orang yang lemah imannya akan mudah terpedaya godaan setan pada detik-detik terakhir hayatnya.

Para ulama terdahulu menceritakan bahwa saat sakaratul maut ada dua setan yang mendatangi dari sebelah kanan dan kiri membisiki: Matilah dalam keadaan yahudi, karena ia adalah sebaik-baik agama. Dan setan yang satunya berkata: Matilah dalam keadaan Nasrani, karena ia adalah sebaik-baik agama.

Berkata Abdullah putra imam Ahmad bin Hambal, "Aku menghadiri saat wafatnya. Beliau tidak sadar dan ketika terbangun dan mengatakan dengan isyarat tangannya: "Tidak, masih belum". Beliau melakukannya berkali-kali. Maka aku katakan padanya: "Wahai ayahku, apa yang nampak olehmu ? Ayah menjawab, "Setan berdiri sambil menggigit terompahku dan mengatakan, "Wahai Ahmad, engkau telah selamat dariku", maka aku mengatakan, "Tidak, masih belum sampai aku meninggal dunia".


2. Cacat Aqidah

Aqidah adalah prinsip-prinsip dasar yang wajib diyakini sebagai penjabaran lebih rinci dari rukun iman. Jika ia memiliki kerusakan dalam aqidah dan ia meyakininya sambil tidak menganggap itu salah, terkadang kekeliruan aqidahnya itu tersingkap pada saat sakratul maut. Bila ia wafat dalam keadaan ini sebelum ia menyadari dan kembali ke iman yang benar, maka ia mendapatkan su’ul khatimah dan wafat dalam keadaan tidak beriman. Setiap orang yang beraqidah secara keliru berada dalam bahaya besar dan zuhud serta kesholehannya akan sia-sia. Yang berguna adalah aqidah yang benar yang bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Mereka terancam oleh ayat Allah berikut:


قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالْأَخْسَرِينَ أَعْمَالًا الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا


”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (QS Al-Kahfi ayat 103-104)


Seseorang bisa saja percaya kepada Allah, tapi pada saat yang sama dia juga suka memakai jimat, pelaris dagangan, percaya pada tahayul, meminta pada kuburan wali, dst. Seseorang mengaku percaya kepada Al Quran, tapi tidak setuju, menolak bahkan ikut menentang ayat-ayat Allah. Percaya kepada Nabi, tapi diam saja ketika orang menghina, memperolok Rasulullah; menolak, tidak mempercayai hadits dan sunnah Rasulullah. Termasuk juga di sini adalah orang-orang yang mengaku beragama Islam tetapi benci dan alergi terhadap apa saja yang berbau Islam, suatu fenomena yang sering sangat menyedihkan akhir-akhir ini di tanah air kita dan juga di negara-negara Islam lainnya.


3.     Amalan tanpa ikhlas dan tidak ittiba’

Amalan salih tidak boleh lepas dari 2 syarat yaitu ikhlas dan ittiba’. Ikhlas adalah niat suci semata karena Allah dalam beramal. Ikhlas merupakan ruh bagi amalan.

Innamal a’maalu binniyaati – wa innamaa likullim ri in maa nawa, fa mankaanat hijratuhu ilallahi warasuulihi; fahijratuhu ilallahi warasuulihi. Wa mankanat hijratuhu lidun ya yushi buha aw imra atin yankihuhaa; fahijratuhu ila maa haajara laihi

“Sesungguhnya amal-amal itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap orang itu mendapatkan balasan sesuai dengan yang diniatkannya.” (Muttafaqun’alaihi)

Ittiba’ adalah amalan hendaknya dilakukan sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan ittiba’ ini laksana jiwa bagi amalan. Allah ta’ala berfirman,


قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
 
قُلْ أَطِيعُواْ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَـفِرِينَ


“Katakanlah, jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah:”Patuhilah Allah dan RasulNya.” Kalau mereka menolak, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang kafir. (al Imran 3:31)


Kedua syarat ini harus dipenuhi agar suatu amal diterima. Amalan yang tidak ikhlas akan menjadi amalan Riya, sedangkan amalan yang tidak berdasarkan petunjuk dan contoh dari Rasulullah SAW akan menjadi amalan bid’ah. Inilah yang paling banyak menipu mata kasat kita. Inilah salah satu jawaban mengapa orang yang sepertinya banyak melakukan amalan shalih, tetapi pada akhir hidupnya mengalami su’ul khatimah; bisa jadi amalannya yang banyak itu tidak ikhlas atau tidak ittiba’.


4. Tidak istiqamah

Iblis adalah contoh yang sangat nyata dari ketidak-istiqamahan. Mulai dari kesombongan, akhirnya dia yang diangkat oleh Allah untuk hidup di syurga bersama para Malaikat dan menjadi guru para malaikat karena paling gigih beribadah, tatkala ia diperintah untuk sujud kepada Adam, ia membangkang dan menyombongkan diri, sehingga ia masuk golongan kafir. Demikian pula dengan ulama Bani Israil Bal’am yang digambarkan dalam ayat berikut:


وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي آَتَيْنَاهُ آَيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ الْغَاوِينَ

”Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab), kemudian dia melepaskan diri daripada ayat-ayat itu lalu dia diikuti oleh syaitan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat. (Al-A’raaf 175)


Ada banyak sekali kisah kaum terdahulu yang mempunyai awal yang baik dalam kehidupan mereka harus berakhir dengan su’ul khatimah karena mereka tergoda melakukan kesalahan kecil yang akhirnya menjerumuskan mereka dalam kemaksiatan yang besar.

Barsisah adalah seorang pendeta dari kaum bani Israil yang diamanahi oleh 3 orang bersaudara untuk menjaga adik perempuan mereka selama mereka melakukan jihad fisabilillah. Barsisah pada awalnya menjaga amanah tiga bersaudara itu dengan baik, sampai setan menggodanya berbicara dari balik tembok, lalu bertatap muka, lalu bercengkrama sampai akhirnya ia menzinai dan membunuh perempuan itu beserta anak hasil perzinaannya. Ketika keiga bersaudara itu kembali dari jihad dan akhirnya membongkar kebohongan dan kejahatan Barsisah, mereka lalu membawa Barsisah ke pengadilan. Dalam perjalanan ke pengadilan setan menampakan dalam wujud manusia dan berjanji menolong asal Barsisah mau bersujud kepadanya. Barsisah akhirnya bersujud kepada setan dan itulah amalan terakhirnya sebelum dihukun mati.


5. Larut dalam dosa dan perbuatan yang tidak bermanfaat (al-laghw)

Orang yang sering bermaksiat akan didominasi oleh memori tersebut saat kematian menjelang. Sebaliknya bila seseorang seumur hidupnya banyak melakukan ketaatan, maka memori tersebutlah yang menemaninya saat sakratul maut. Orang yang banyak dosanya sehingga melebihi ketaatannya maka ini sangat berbahaya baginya. Dominasi maksiat akan terpateri di dalam hatinya dan membuatnya cenderung dan terikat pada maksiat, dan pada gilirannya menyebabkan su’ul khatimah.

Dalam surat al Mu’minun Allah menyebutkan salah satu kriteria orang beriman yang berhasil adalah:


وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُّعْرِضُونَ (Yaitu orang-orang yang menjaga diri mereka dari Al-Laghw.)


Al Laghw diartikan oleh para mufassir tidak hanya terbatas kepada dosa-dosa tetapi juga perkataan atau perbuatan yang tidak membawa kebaikan atau manfaat.

Sering kita mendengar cerita akhir hidup yang menyedihkan dikarenakan kebiasaan buruk yang mendarah daging. Orang yang suka berjudi pada akhir hayatnya menggerak-gerakan tangannya seperti ketika memegang kartu. Orang yang suka mendengarkan musik ketika dibacakan ayat Quran seperti kegerahan dan marah-marah dan minta dimainkan lagu kesayangannya. Orang yang meninggalkan shalat lidahnya menjadi kaku ketika dibimbing mengucapkan ‘laa ilaaha illallah’.

Ya Allah, kami memohon kepadaMu husnul khatimah dan berlindung kepadaMu dari su’ul khatimah. Amin ya Rabb,-

Barakallahu li walakum bil aayaati wadzikril hakiim. Wataqabala minnii waminkum tilawatahu, innahu huwassamii ‘ul ‘aliim. Wakurrabigfir warham, wa anta khairurraa himiin.